Info Blitar – Hari raya ketupat atau yang juga dikenal dengan ‘riyoyo kupat’ merupakan bagian dari tradisi masyarakat Blitar untuk merayakan lebaran. Riyoyo kupat ini biasanya dirayakan satu minggu setelah hari raya Idulfitri, yakni pada tanggal 8 syawal.
Bagaimana sejarah hari raya ketupat?
Dilansir dari Kumparan, seorang dosen pendidikan sejarah Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Riyadi, menjelaskan bahwa Sunan Kalijaga merupakan orang yang pertama kali memperkenalkan lebaran ketupat kepada masyarakat Jawa pada tahun 1600an Masehi. Sunan Kalijaga mengenalkan lebaran ketupat melalui hidangan ketupat.
“Lebaran ketupat dilaksanakan pada tanggal 8 Syawal karena enam hari sebelumnya umat muslim menjalankan ibadah puasa Syawal yakni pada 2 hingga 7 Syawal,” jelasnya saat dihubungi oleh tim Kumparan, (28/5).
Ketupat lebaran identik dengan janur atau daun kelapa muda yang dianyam, kemudian diisi dengan beras. Setelah diisi beras, dikukus hingga matang dan jadilah ketupat Lebaran. Tahukah kamu bahwa di balik tampilannya yang sederhana itu ketupat memiliki makna?
Dalam bahasa Jawa, ketupat berarti ‘ngaku lepat’ atau mengaku bersalah. Ketupat menjadi simbol permintaan maaf bagi masyarakat Jawa, khususnya Blitar. Ketupat disuguhkan untuk kerabat atau tamu yang berkunjung. Apabila ketupat dimakan maka secara otomatis pintu maaf telah dibuka dan segala kekhilafan antar keduanya dihapuskan.
Daun pembungkusnya juga punya makna lho. Janur yang digunakan bermakna sejatining nur atau cahaya sejati yang artinya Nur Illahi. Sementara isinya berupa beras berwarna putih melambangkan manusia yang kembali fitri setelah Ramadan dan saling bermaafan.
Ketupat biasanya dihidangkan bersama dengan opor ayam dan sayur lodeh, tidak lupa dengan taburan bubuk kedelai. Ketupat Lebaran dihidangkan untuk menyambut kedatangan kerabat, sanak saudara, hingga para tetangga. Namun ada pula masyarakat yang mengantarkan ketupat ke rumah-rumah tetangga.